Wednesday, February 14, 2007

Antara egoisme spiritual dan kemanusiaan

Bencana dimana mana, seluruh media meliput bencana, berbanding lurus dengan berita berita tentang bencana, timbul juga berita berita tentang korporasi ini mendirikan posko anu di mana, perusahaan itu menyumbang sekian truk bantuan, group apa mengirimkan armada sekian mobil untuk ke daerah itu yang kena gempa, dll…dan kesemuanya HARUS ditayangkan di media, minimal masuk advertorial setengah halaman di koran nasional…riya? Maybe, gak ikhlas? Bukan hak saya untuk menilainya, itu hak Tuhan untuk menilainya, jadi saya tidak akan berpanjang lebar tentang ini, terserah lah, semua itu tergantung niatnya. Korporasi korporasi itu menyumbang dengan ditayangkan di media dengan niatan untuk memancing korporasi lain menyumbang juga demi kemanusiaan, atau dengan niatan agar korporasi yang menyumbang tadi mendapatkan nama baik di masyarakat dan mendapatkan legitimasi tambahan untuk menjalankan ekonomi kapitalisnya, entahlah…biar Tuhan yang menilai

Yang mengganjal di otak saya, ketika sekian hari yang lalu ada email yang masuk ke mailing list alumni sekolah saya, yang otomatis nyangkut ke inbox saya, tentang itung itungan ganjaran!...itung itungan ganjaran gimana? Kita yang muslim tentu pernah denger ceramah ustad atau kiai yang bilang, harta yang kita sumbangkan akan dibalas oleh Allah sebesar sekian kali lipat, dan dengan kriteria tertentu dapat pengalian lagi sekian kali lipat. Nah, email ini menghitung berapa rupiah nilai ganjaran yang akan kita dapat dari Tuhan dengan menyumbang sekian rupiah…bila kita menyumbang sekian rupiah maka sesuai janji Allah nilai sumbangan kita akan dikalikan blablabla kali, lalu menjadi sekian juta rupiah, itu berarti berapa bulan gaji, dan seterusnya…

Saya pikir ini aneh, wong nyumbang kok dengan itung itungan harta, itu sama saja dengan mengajak Tuhan berdagang, memangnya Tuhan itu kapitalis? Misalnya bukan dengan itung itungan harta pun, itu menandakan kita memberikan bantuan masih dengan pamrih, pamrih agar mendapatkan ganjaran dari Tuhan, jadi menurut saya bukan pure ikhlas, demi menolong sesama, tapi agar mendapatkan balasan yang lebih baik dari tuhan, minimal agar “mendapatkan ridho Allah”, agar mendekatkan DIRInya dengan Tuhan, mencari surganya sendiri…apa bukan egois itu namanya?

Kita ini kan manusia tho, makhluk sosial, sudah selayaknya kalau kita menyumbang dengan niatan yang benar benar ikhlas untuk membantu manusia lain, minimal membantu manusia lain agar bisa semakin mendekatkan diri mereka dengan Tuhan, jadi ndak cuma diri kita sendiri yang semangkin dekat dengan tuhan, tapi diri orang lain yang dibantu itu juga. Perkara nanti sumbangan kita itu dapet ganjaran atau tidak, dilipatgandakan atau tidak, itu hak prerogatif Tuhan, bukan urusan kita. Kalau kita sudah berpikir seperti itu, maka insya Allah sewaktu kita menyumbang, kita akan bisa dengan benar benar ikhlas menyumbang, demi kemanusiaan, demi dunia yang lebih baik, demi kesetiakawanan sosial yang lebih baik. Bukan cuma demi pahala pribadi atau kepuasan pribadi belaka. Dan kalau kita sudah mendapatkan level ikhlas dalam beramal, maka walaupun nanti akhirnya amal kita tidak diterima oleh Tuhan, minimal kita sudah membantu sesama manusia, menyenangkan orang lain.

“Hamba yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi manusia. Seutama utamanya amal ialah memasukkan rasa bahagia pada orang yang beriman, melepaskan lapar, membebaskan kesulitan, atau membayarkan hutang” (hadits riwayat Ath Thabrani)

kalau kita sudah mencapai level ikhlas ini, kita akan bisa berbuat untuk kemanusiaan, terbebas dari batas batas agama, ideologi, negara, etnis, daerah, dan batas batas lain, benar benar demi membantu sesama manusia, demi membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik.

Jadi kawanku, sudahkah kamu mencapai level ikhlas?

No comments: