Thursday, July 19, 2007

Dendam kelas dan segala eksesnya

Saya sering berpikir, sistem ekonomi kapitalisme, diikuti dengan penjajahan imperialis dan neoliberalisme (tiga hal tadi sebenarnya exchangeable, anda bisa saja bilang imperiaisme melahirkan kapitalisme, atau bagaimana, terserah anda, ga dosa kok) akan melahirkan kelas kelas sosial yang bertingkat tingkat. Dan setiap tingkatan punya kesenjangan terhadap tingkatan lainnya. Kesenjangan inilah yang akan melahirkan dendam kelas, suatu perasaan ketidak adilan yang mampu membangkitkan amarah, dan (biasanya) diikuti energi yang meledak ledak. Dendam kepada kelas sosial lebih tinggi yang bergelimang harta sampai bingung duitnya dibuang kemana lagi sementara kelas kelas dibawahnya masih harus berjuang untuk tetap hidup. Mungkin anda anggap saya ngelindur, iya kalo anda cukup beruntung berada di kelas sosial strata tinggi (gak terima dengan kata beruntung? Oke, ganti saja kata beruntung dengan kata “berusaha sampai berhasil”), tapi kalau anda berada di kelas pekerja (working class, kelas menengah), atau malah lebih parah di kelas proletar yang termarginalisasi digusuri sama pemkot atas nama tatakota dan pembangunan mall, atau kelas santri miskin yang harus selalu siap ditangkap karena dituduh teroris, maka anda akan berpikir bahwa ngelinduran saya tadi ada benarnya.

Lha sekarang, pernahkah anda berpikir kalo hampir semua revolusi di seluruh dunia (included but not limited to socialist/comunist revolutions) berawal dari dendam kelas? Bahkan dedengkot fasis hitler pun rebuilding NSDAP (Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei) yang nama kerennya NAZI (Nationalsozialismus) awalnya dari dendam kelas yang dia rasakan waktu mlarat di austria. Pejuang zapatista di meksiko perang untuk melawan ketidak adilan yang dirasakan masyarakat adat setelah pemerintah federal meksiko dicuci otaknya oleh imperialis amerika. Masih banyak contoh lain.

Berarti bisa ditarik kesimpulan bahwa ketidak adilan lead to dendam kelas, dendam keals lead to revolusi sosial, revolusi sosial ini yang bisa mbleber kemana mana jadi revolusi politik untuk merebut kekuasaan dan lain sebagainya. Dus, bisa ditarik kesimpulan yang lebih simplified lagi, ketidak adilan bisa menghasilkan energi yang cukup untuk menggulirkan revolusi (yah minimal energi kemarahan yang cukup untuk membuat anda sangat bersemangat, hehe).

duit duit duit

Tidak, saya nulis tentang ketidak adilan bukannya mau mengkritisi konsep dualisme, saya sendiri percaya dualisme, keseimbangan, harmonisasi. Jadi saya pun setuju konsep bahwa Tuhan menciptakan ada yang miskin dan ada yang kaya. Tapi kalau ada yang bilang “harus gitu, ada yang miskin dan ada yang kaya, harus ada orang miskin yang jadi jongosnya orang kaya, kalo semuanya kaya, nanti siapa yang ngepel, siapa yang bersih bersih rumah, siapa yang nyuciin baju” saya akan merasa suuangat muuarah. Jadi orang miskin diciptakan tuhan buat jadi jongos? Diciptakan khusus buat digebukin satpol PP? itu sudah bukan harmonisasi lagi namanya, itu perbudakan, soalnya orang miskin di dunia ini kebanyakan bukan karena ditakdirkan miskin oleh Tuhan, tapi dimiskinkan oleh kelas sosial yang lebih tinggi untuk menjaga agar kelas sosial itu tetap lebih tinggi daripada kelas miskin itu tadi, bahasa saya ruwet ya? Tuhan saja saya yakin tidak mentakdirkan “kun fayakun, kamu miskin” malah ada firman Tuhan yang bunyinya kira kira begini ”Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu berusaha merubah nasibnya sendiri”, saya yakin kalimat ini cuup familiar bagi anda yang muslim. Artinya apa? Artinya Tuhan tidak bisa dipersalahkan dalam hal miskin dan dimiskinkan ini, ini semua murni akal akalan manusia. Pembagian kelas, kesenjangan sosial, dendam kelas, semuanya kerjaan manusia. Orang orang golongan atas bingung memilih hobby mahal buat penyaluran uangnya yang melimpah, sementara kelas pekerja menengah masih bingung ngatur uang biar cukup buat survive sampai gajian mendatang, dan kelas proletar sejati masih bingung bagaimana caranya agar bisa hidup sampai esok hari. Menentukan obsesi, minat, hobby, koleksi, hanya hak orang kaya…orang miskin ndak berhak…kecuali nanti saya berhasil mendirikan republik sosialis madiun merdeka, negeri utopia dimana gak ada kesenjangan miskin dan kaya…hehehe…

1 comment:

Anonymous said...

Ya ampyun... aku lupa, kalo blog ini diisi oleh kalian berdua, mama dan papa alin.

He he kirain ini postnya mama, dari tadi dalem hati aku mikir weeeuhhh ketularan papa ni si mama ;)

komen: perbudakan belum bubar sampai sekarang, jadi gimanapun jongos belum bisa dibuat profesional karena masih direndahkan dari tuannya